Chapter 8 # Despair and Anger

Sepanjang jalan menuju rumahnya, Saeko terus terlihat murung dan tidak berkata apa-apa, Saeko yang lain merasa aneh terhadapnya.
“Kenapa kau begitu murung?” tanya Saeko yang lain.
“Aku tidak apa-apa…” Jawab Saeko....
“Apa kau masih memikirikan Ritsu?” Saeko yang lain kembali bertanya.
“Begitulah, entah kenapa aku tidak bisa melupakannya, tidak sepertinya ia seperti itu kepadaku, setelah aku membunuh si kembar, dia entah kenapa berubah dan pandangan matanya pun berbeda kepadaku…” Saeko menceritakan apa yang ia rasakan.
“Aku mengerti, tapi… Jika kau terus memikirkan dirinya, kau tidak akan mendapatkan kenikmatan yang sebelumnya kau rasakan…” balas Saeko yang lain.
“Aku tau itu, tapi sepertinya perasaan ini terus mendorongku agar keluar dari kegelapan dan entah kenapa setiap aku memikirkan Ritsu, aku selalu melihat cahaya, meskipun itu sangat jauh, tetapi sepertinya sia-sia saja…” Saeko melanjutkan ceritanya tentang Ritsu.
“Hmm… Aku tidak ingin itu terjadi padamu, kau harus berubah dari kehidupanmu yang selalu tertindas itu…” Selama di perjalanan, mereka terus berbincang-bincang.
Sampai di suatu jalan, tepat di sebuah gang, Saeko melihat sesuatu yang membuat ia sangat shock dan kaget.
“Suara apa itu?” Saeko mendengar suara dari sebuah gang.
“Suara itu seperti suara mendesah… kau mau mengechecknya?” tanya Saeko yang lain untuk memastikan suara apa itu.
“Iya…” Saeko pun berjalan menuju gang tersebut dengan perlahan karena ia tidak ingin ketahuan. Setelah berjalan menuju dalam gang, Saeko terkaget dan langsung sembunyi di balik tempat sampah.
“Astaga…” Saeko shock dan kaget melihat apa yang ia lihat di gang tersebut.
“Sudah kuduga…” respon Saeko yang lain.
“Ritsu… dan… Sai? Me… mereka… A… aku tidak percaya ini…” kata Saeko yang shock melihat Ritsu dan Sai berciuman di suatu pojok dan melihat Ritsu dalam keadaan setengah telanjang.
“Ini bukan mimpi Saeko, ini kenyataan, apa kau masih tetap ingin mendapatkan dia?” timpal Saeko yang lain.
“Aku… Aku tetap tidak percaya… me… mengapa?” Tiba-tiba Saeko menjadi marah dan ingin menuju mereka berdua. “Tidak… Tidak akan aku maafkan…” kata Saeko yang sudah siap memegang pisau.
“Tunggu dulu… kita tidak boleh membunuh mereka disini… kita harus menunggu waktu yang tepat…” kata dirinya yang lain. “Mari kita pulang…” dirinya yang lain mengajak Saeko untuk pulang.
Lalu, Saeko pun berjalan perlahan keluar gang, setelah ia keluar dari gang, Saeko langsung berlari sekencang-kencangnya menujur rumahnya.
“Aku tidak percaya ini…” kata Saeko sambil berlari. “Aku tidak akan memaafkannya…”
Saeko terus berlari sambil menangis sepanjang jalan, beberapa menit kemudian dia sampai di rumahnya. Saeko langsung masuk ke rumahnya dan langsung berlari ke kamarnya serta langsung berbaring di tempat tidurnya.
“Kenapa harus seperti ini…? Aku, aku tidak menyangka dia akan seperti itu kepadaku… KENAPA? KENAPA? KENAPA?” kata Saeko sambil berteriak disertai tangisan. “Ritsu!! Dia berjanji akan selalu bersamaku apapun yang terjadi… apa karena aku membuatmu patah hati karena aku menghapus kedua orang itu hah? Kau tau betapa aku bencinya terhadap kedua orang itu, tapi kau tidak bisa meluangkan waktumu untuk bersamaku… kau lebih memilih bersama mereka…” tiba-tiba Saeko berubah menjadi sosok psikopatnya. “Jadi… jadi… hehehehehe… kau akan bertindak seperti ini hah? HAHAHAHA… lihat saja nanti apa yang akan terjadi padamu…. Hehehehe… aku kan menyerangmu… ow, ow, ow, tapi aku tidak akan menyerangmu secara langsung… pertama, aku akan menyerang hatimu terlebih dahulu… ya, ya, hahahahaha… HAHAHAHAHA… ini hebat… dengan begini, Ritsu-ku akan kembali padaku setelah semua yang dekat dengannya hilang… hahahahaha… kita lihat saja….” Kata Saeko yang dipenuhi oleh rasa amarah serta berbicara dengan nada seorang psikopat. Malam hari telah berakhir, walaupun Saeko dipenuhi rasa marah dan cemburu, dia tetap bisa tidur dengan pulas.
Esok hari tiba, Saeko berniat untuk pergi sekolah, dia tak lupa untuk menaruh pisau bedahnya di dalam tasnya. Saeko bergegas mandi dan memakai seragam sekolah lalu berangkat.
Saat ia keluar rumah, Saeko terkaget karena Kouichi ada di depan rumahnya.
“Yo… mau berangkat bersama?” Kouichi mengajak Saeko untuk berjalan bersama.
“Baiklah…” Saeko menerima ajakan Kouichi dan mereka berjalan bersama.
Di jalan mereka, terlihat diam saja, tidak mengobrol, Kouichi merasa malu dan Saeko tidak ada yang harus dibicarakan dengan Kouichi.
“Ehh… Saeko…?” Kouichi memulai pembicaraan.
“Apa?” respon Saeko.
“Tiga hari lagi, sekolah akan mengadakan pesta dansa dan melihat kembang api bersama… apa kau tahu itu?” Tanya Kouichi dengan malu.
“Umm… aku tidak tahu…” jawab Saeko.
“Jadi, begitu…”
“Memangnya ada apa?” Saeko bertanya kepada Kouichi.
“Eh… eh tidak… aku…” perkataan Kouichi terpatah-patah untuk menjawab pertanyaan Saeko.
“Hmm?”
“Aku… aku ingin kau berdansa denganku dimalam itu…” kata Kouichi dengan lantang mengatakan apa yang ia inginkan. Mendengar perkataan Kouichi, Saeko tertawa. “Eh? ko tertawa?” Kouichi merasa heran.
“Tidak apa-apa… hmm… baiklah…” Saeko menerima tawaran Kouichi dengan senyuman.
“Benarkah? T, terima kasih Saeko… Ritsu, Sai, Miku, dan kawan-kawan kita akan ada di sana juga…” respon Kouichi mendengar permintaannya diterima oleh Saeko. Kembali, mendengar perkataan Kouichi, Saeko terdiam. “Eh? ko kau malah diam? Saeko?” Kouichi berusaha membuat Saeko tersadar.
“Eh maaf, hehehe… ayo kita jalan lagi…” Saeko akhirnya sadar.
“Kau membuatku khawatir… ayo..” balas Kouichi.
Mereka pun berjalan menuju sekolah.


Created by Rein Zukaichi & Upload by Aldo Ferdiansyah

Penulis : AOV2 ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Chapter 8 # Despair and Anger ini dipublish oleh AOV2 pada hari Selasa, 07 Agustus 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Chapter 8 # Despair and Anger
 

0 komentar:

Posting Komentar